Rabu, 03 November 2010

Tafsir Prof. Damarjati Soal Awan Mbah Petruk



Biasanya, kepala Petruk selalu menoleh ke arah dalam atau kiri.

Munculnya awan yang mirip Petruk, tokoh punakawan dalam dunia pewayangan di Merapi-- yang direkam warga Magelang, Suswanto--menimbulkan berbagai spekulasi.
Banyak yang percaya dan  banyak pula yang tidak percaya. Ada yang percaya bahwa awan itu menunjukkan sesuatu, adapula pula yang menganggapnya sebagai awan yang biasa-biasa saja.
Sultan Hamengkubuwono X menganggap awan itu cuma kebetulan saja. Dan jangan dianggap akan menunjukkan sesuatu. Hidung Pinokio, kata Sultan, juga panjang. Baca penjelasan Sultan itu di sini
Senada dengan Sultan, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan  Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandrio, menegaskan bahwa itu awan yang biasa-biasa saja. Dia menilai bahwa awan itu bukan pertanda apa-apa, apalagi tanda letusan. "Jelas bukan," kata Subandrio saat dihubungi VIVAnews.
Yang percaya menganggap bahwa awan itu menunjukkan sesuatu. Hidung panjang yang menggarah ke kanan, juga menimbulkan penafsiran tersendiri. Sebab dalam dunia pewayangan Petruk selalu menoleh ke kiri.

 "Petruk dalam masyarakat Jawa khususnya dunia pewayangan dilambangkan sebagai rakyat. Namun ketika dimainkan Dalang, wajah atau hidung petruk selalu menghadap ke kiri ke arah dalang, bukan ke arah sebaliknya," kata mantan Guru Besar Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada, Prof. Damarjati Supadjar saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu, 3 November 2010.


Menurut dia, jika wajah petruk sudah mengarah ke kanan,  itu merupakan lambang kemarahan. Petruk yang dijadikan sebagai lambang rakyat itu melambangkan kemarahan rakyat terhadap pemimpinnya. 



Lalu apa maksud penampakan awan Mbah Petruk di atas Merapi? Ia menilai foto itu sebagai pertanda akan kemarahan rakyat akan sebuah penindasan, kemiskinan, ketidakadilan, dan ketidaksejahteran yang telah dilakukan oleh pemimpinnya. 



"Arah wajah Petruk ke kanan itu memang mengarah ke arah selatan sisi Merapi yakni Sleman, Yogyakarta. Jadi luapan kemarahan itu akan lebih dikeluarkan ke arah Selatan," jelas pria yang juga penasehat Keraton Yogyakarta ini. 



Damarjati menambahkan, aktivitas Gunung Merapi yang tak henti-hentinya mengeluarkan awan panas merupakan ibarat kemarahan yang luar biasa dari rakyat terhadap si penguasa. "Jadi wajar jika aktivitas Merapi terus meningkat dan tidak dapat dihentikan," imbuhnya.



Di balik itu semua, Damarjati berharap ini menjadi sebuah pelajaran penting bagi pemimpin agar tidak lupa akan janji-janjinya terhadap rakyat. Bagi masyarakat di lereng Merapi, sosok Petruk memiliki mitos dan misteri sendiri. Mereka menyakini Gunung Merapi dikuasai sosok gaib yaitu Mbah Petruk. Mitos itu dipercaya secara turun-temurun.

Subandrio mengaku bahwa dia memahami banyak cerita yang beredar di kalangan masyarakat. Mistik atau tidak, tergantung orang melihatnya.  


"Kami memahami keyakinan mereka, tak menyalahkan. Itu belum hilang di masyarakat, termasuk masyarakat Selatan, masyarakat Utara dengan berbagai versi," tambah dia. 



Cerita yang beredar ini adalah tantangan mitigasi bencana dari aspek sosial. "Tentang bagaimana mengubah pandangan masyarakat menjadi rasional, didasari ilmu pengetahuan. Ini tidak mudah," tambah dia.

Ke depan, tambah Subandrio, masyarakat akan diberi penjelasan tentang dampak meletusnya Gunung Merapi, dari berbagai skrenario.


Sumber : Vivanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar