Selasa, 02 November 2010

Mbah Marijan Jadi Tumbal Letusan Merapi ?

umbal biasa disebut adalah pengorbanan, dalam kamus inggris adalah sacrifice. Dalam Kehidupan sehari-hari, istilah tumbal sering di analogikan kepada sebuah kenyataan, ketika sebuah kejadian yang tidak diketahui sebabnya, tiba-tiba saja terjadi, maka penyederhanaan kejadian itu adalah korban menjadi tumbal. Contoh sederhana, ketika terjadi kecelakaan di daerah angker, maka masyarakat umumnya mengatakan korban menjadi korban.
Mengutip wikipedia tentang pertumbalan, Tumbal adalah sesuatu atau seseorang yang diserahkan sebagai korban untuk suatu keinginan tertentu. Tumbal berkaitan erat dengan dunia mistik sehingga pembuktiannya sangat susah. Tumbal bisa berupa sesaji hewan maupun manusia. Seseorang yang dijadikan tumbal biasanya akan meninggal atau mengalami cacat seumur hidup.
Konsep per-tumbal-an di letusan merapi ini,  (Jumat, 29/10/2010 16:11 WIB BNPB: Korban Tewas Merapi 36 Orang ) mencuat ketika calon pengganti mbah marijan, yaitu ponimin secara tersirat menyatakan , Ponimin: Ada Istana Megah dan Panembahan Senopati di Merapi
Jakarta – Bagi Ponimin, pria yang menjadi kandidat kuat pengganti Mbah Maridjan, Merapi bukanlah gunung biasa. Di matanya, gunung berapi paling aktif di Indonesia itu sebenarnya adalah kraton megah yang dihuni Panembahan Senopati. “Merapi adalah kraton, kraton yang sangat besar. Tahun 1994, saya pernah dapat bisikan dan mengikuti bisikan ke arah atas Merapi,” cerita Ponimin saat ditemui  wartawan di rumah dr Ana Ratih Wardani, di Kaliadem, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Jumat (29/10/2010).
Ponimin mengatakan, bisikan itu memintanya untuk memejamkan mata. Nah saat matanya dibuka, Ponimin mengaku melihat sebuah istana nan megah dengan latar putih. “Di dalam Istana banyak diisi jin dan juga tokoh kerajaan. Di atas istana ada panembahan Senopati,” katanya. Namun Poniman tidak ingin memaksakan ‘keyakinannya’ itu kepada orang lain. “Bagi saya Merapi adalah kraton,” lanjutnya.
Selama ini, Ponimin dikenal sebagai ‘orang pintar’ kedua setelah Mbah Maridjan. Setelah Mbah Maridjan meninggal terkena awan panas, Kraton Yogyakarta meminta Ponimin sebagai penjaga Merapi. “Penunggu Merapi, lelaki tua penghuni Merapi, yang datang menemui saya suka memberi tahu kalau kemudian akan ada wedhus gembel dan daerah mana saja yang kena,” katanya. Lelaki tua yang disebut Ponimin itu, yang pernah mengatakan, Istana Merapi itu menyebut awan panas sebagai sampah Merapi. “Waktu kejadian lalu, si Mbah memberi tahu saya kalau dia akan membuang sampah ke emperan Maridjan dan di daerah pipa, dekat Kaliadem sebelah selatan. Itu kan sudah terbukti ke daerah Mbah Maridjan,” terangnya(ndr/ken)
Walau penunjukan ponimin sebagaipengganti juru kunci merapi sudah dibantah oleh sultan yogyakarta, Jumat, 29/10/2010 16:44 WIB, Sultan: Ponimin Bukan Pengganti Mbah Maridjan, Hanya Ditugasi Jaga Merapi
Sleman – Sultan Hamengkubuwono X menegaskan belum ada penunjukan Ponimin sebagai juru kunci Merapi menggantikan Mbah Maridjan. Ponimin hanya ditugasi jaga Merapi. Pengganti Mbah Maridjan akan ditentukan tahun depan. “Soal penggantian, itu upacaranya masih tahun depan,” kata Sultan Hamengkubuwono X, usai rapat kordinasi dengan Pemkab Sleman di Posko Kecamatan Pakem, Jl Kaliurang, Pakem, Sleman, Jumat (29/10/2010). Menurut dia, belum ada penunjukan juru kunci Merapi yang baru. Menurut dia ada prosedur khusus untuk mengangkat seorang juru kunci.
“Ora ono sing ditunjuk. Itu tidak ditunjuk begitu, tapi ada prosedurnya sendiri. Di pemerintahan kan biasanya ada yang mengajukan, terus harus Abdi Dalem. Prosedurnya kan begitu,” tegasnya. Lantas bagaimana dengan pertemuan Ponimin dengan istri Sultan, GKR Hemas? Bukankah GKR Hemas menyampaikan pesan langsung pada Ponimin? “Istri saya kan ngomongnya karena saiki Mbah Maridjan sudah tidak ada, saiki kowe sing ngurusi Merapi. Bukan berarti dia yang menggantikan Mbah Maridjan,” ungkap Sultan. Dengan demikian, posisi Ponimin sekarang pun juga bukan semacam pelaksana tugas. “Nggak gitu juga toh. Cuma jaga Merapi,” ujar dia.
Dalam rapat kordinasi ini, Sultan didampingi GKR Hemas dan Bupati Sleman Sri Purnomo. Nama Ponimin mendadak menjadi buah bibir setelah dia selamat dari awan panas alias wedhus gembel Merapi. Ponimin dan keluarganya hanya berlindung dengan sebuah mukena dan ajaibnya mereka selamat. Ponimin hanya mengalami luka bakar di kaki.
Kemudian, istri Sultan, GKR Hemas pun datang menjenguknya. Hemas terdengar menitipkan Merapi kepada Ponimin. Hal ini pun diyakini publik sebagai restu Kraton Yogyakarta kepada Ponimin untuk menggantikan Maridjan. (fay/asy)
Dalam wawancara di metrotvnews, istri dari ponimin, menyebutkan bahwa ada bola api yang akan menghancurkan istana kraton yogyakarta, oleh istri ponimin, hal ini dijawab “Ojo !” yang berarti jangan, sehingga bola api itu tidak menghancurkan kraton, namun akhirnya dareah sekitar merapi-lah yang jadi porak-poranda. Berikut ini adalah link wawancara beliau, Ponimin Penerus Mbah Maridja ..
Metro Siang / Sosbud / Jumat, 29 Oktober 2010 14:06 WIB

Metrotvnews.com, Sleman: Tak ada yang luar biasa dari sosoknya. Tutur katanya pun tenang. Tapi lelaki berkulit gelap itu kini menjadi sorotan. Ya, itulah, Ponimin Solihan. Ponimin disebut-sebut sebagai penerus Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi yang tewas tersapu debu panas Merapi. Bahkan, terbetik kabar, lelaki berkumis tipis itu lebih sakti dari Mbah Maridjan.
Benarkah? Terang tak ada yang bisa menjamin. Yang jelas, sesaat sebelum Merapi “batuk” kali pertama, dua hari silam, Ponimin mengaku, sudah tahu Merapi bakal meletus. “Saya dikasih gambaran. Saya pejamkan mata dan melihat seperti tanah putih, ada letusan, air kental, porak-poranda, dan mayat bergelimpangan,” tutur Ponimin  Warg Desa Kali Adem, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, itu juga meyakini, material Merapi tak akan membuncah ke desanya. Lantaran itu dia dan keluarga memilih bertahan di rumah saat Merapi meletus. “Alhamdulillah selamat. Hanya kaki saya luka bakar,” ujar Ponimin kepada Metrotvnews.com.
Ponimin sadar kini menjadi sorotan hampir semua media, baik cetak maupun elektronik. Apalagi setelah Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, istri Sri Sultan Hamengku Buwono X, terang-terangan meminta dirinya meneruskan tugas yang ditinggalkan Mbah Maridjan. Namun Ponimin tak lekas mengiyakan “pinangan” Gusti Hemas. Dia butuh waktu untuk berpikir dan merenung. Lagi pula Yati, istrinya, pun belum memberi lampur hijau. “Saya belum berani memutuskan. Saya akan [salat] istikharah dulu,” ungkap Ponimin. Ponimin menambahkan, tugas menjaga Merapi bukan pekerjaan mudah. Sebab itu dia tak ingin terburu-buru.(IKA/Tim Liputan Metro TV)
Mbah Marijan Jadi Tumbal Letusan Merapi ?
Mengutip pendapat pak ponimin, bahwa di merapi ada istana atau kraton dan kemudian berisi penghuni. Berikut ini kata beliau: “Di dalam Istana banyak diisi jin dan juga tokoh kerajaan. Di atas istana ada panembahan Senopati,” katanya. Ketika terjadi awan panas, maka pak ponimin ini sudah tahu sebelumnya, mengutip beliau, ” Yang jelas, sesaat sebelum Merapi “batuk” kali pertama, dua hari silam, Ponimin mengaku, sudah tahu Merapi bakal meletus. “Saya dikasih gambaran. Saya pejamkan mata dan melihat seperti tanah putih, ada letusan, air kental, porak-poranda, dan mayat bergelimpangan,” tutur Ponimin Pengakuan pak ponimin lainnya yang lebih detil adalah “Istana Merapi itu menyebut awan panas sebagai sampah Merapi. “Waktu kejadian lalu, si Mbah memberi tahu saya kalau dia akan membuang sampah ke emperan Maridjan dan di daerah pipa, dekat Kaliadem sebelah selatan. Itu kan sudah terbukti ke daerah Mbah Maridjan,” terangnya (ndr/ken)
Sebuah pertanyaan yang cukup jeli terhadap pengakuan pak ponimin ini adalah
  • Ketika pak ponimin tahu tentang korban dan mayat bergelimpangan, mengapa beliau tidak melakukan pencegahan atau istilahnya tindakan preventif ?
  • Ketika pak ponimin tahu, bahwa awan panas atau sampah merapi ini akan ke tempat mbah marijan, mengapa beliau tidak memberitahu kepada mbah marijan ? atau pertanyaan cukup sensitif adalah MENGAPA MBAH MARIJAN TIDAK TAHU AKAN BAHAYA INI ? , SEHINGGA BELIAU MENGATAKAN PADA WAWANCARA DETIK-DETIK TERAKHIR BELIAU: MERAPI HANYA BATUK SAJA
Berbagai macam terminologi yang dipakai oleh mbah marijan dan pak ponimin agak berbeda, dan terkesan ‘adu kesaktian’, namun dalam satu pandangan bahwa merapi itu ada penghuninya, hingga dari penghuninya yang ‘marah’ sehingga jatuh korban jiwa. Sebelum Wedhus Gembel Datang, Ponimin Mengaku Ditemui ‘Penguasa’ Merapi
Jakarta – Ponimin mengaku ditemui ‘penguasa’ Merapi atau makhluk gaib penunggu Merapi beberapa hari sebelum musibah awan panas terjadi. Sosok lelaki tua berbaju lurik dan berblangkon khas Jawa itu meminta Ponimin membuat bubur merah dan putih. “Sabtu 23 Oktober pagi, saya didatangi si Mbah. Dia bilang mau menghancurkan lereng Merapi di empat penjuru, menggunakan kekuatan api, air, tanah, dan angin,” cerita Ponimin saat ditemui  wartawan di rumah dr Ana Ratih Wardani, di Kaliadem, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Jumat (29/10/2010).
Namun si Mbah berjanji tidak akan menghancurkan tanah di sekitar Merapi asalkan Ponimin maum membuat bubur merah dan putih. Namun bubur itu bukanlah bubur biasa. Air pembuat bubur harus diambil dari 7 mata air yang berbeda.
“Kata si Mbah kalau mau selamat mesti membuat sesajen bubur merah dan putih yang airnya harus dari 7 mata air. Kemudian bubur harus didoakan doa nurbuat dan selamat,” kata pria 50 tahun ini.Ponimin mengaku, ini bukan kali pertamanya si Mbah menemuinya. Sosok gaib itu sudah mulai ‘dikenalnya’ sejak 1994. Dalam ‘kunjungannya’ kali ini, si Mbah juga berpesan, bubur merah dan putih tersebut harus dimakan Ponimin dan keluarga. Selain itu, Ponimin juga diminta membuat ketupat kuning dan digantung di depan rumah. “Setelah mendapat peunjuk itu, segera menghubungi teman-teman saya, saya katakan boleh percaya atau tidak,” kata Ponimin. Ponimin lantas membuat apa yang diminta oleh lelaki tua misterius itu. “Selasa pagi (26/10), si Mbah datang lagi dan dia bilang akan menunda untuk meminta korban,” terang lelaki yang selalu memegang tasbih di tangan kanannya ini.
Namun sore hari, lelaki tua itu datang menemui istrinya dan memberi peringatan. Hingga kemudian datang awan panas, Ponimin, 2 anak, menantu dan 2 cucunya  bersembunyi di balik mukena istrinya Yati. Ajaib mereka selamat, dan kemudian pergi meninggalkan lokasi dengan estafet memakai alas bantal karena tanah terasa panas. Pengalaman ajaib itu membuatnya menjadi kandidat kuat menggantikan Mbah Maridjan sebagai juru kunci Merapi. Namun Ponimin mengaku masih belum bisa mengambil sikap. Selama ini, Ponimin dikenal warga lereng Merapi sebagai orang pintar kedua setelah Mbah Maridjan. Dia biasa dimintai tolong warga untuk menentukan hari baik, mengusir setan, dan juga menjadi pawang hujan.(ndr/ken)
Dari keterangan pak ponimin yang mengatakan awan panas adalah sampah merapi, terminologi umum mengatakan awan panas adalah ‘wedhus gembel’, kemudian termonologi sesaji pada mbah marijan yang terkenal dengan ritula labuhan merapi sedikit berbeda dengan pak ponimin, yaitu sesaji berupa bubur.
Hal yang berbeda pula pada wawancara metrotvnews, istri pak ponimin mengatakan, “beliau sekeluarga selamat berkat doa-doa  nurbuat dan al-quran surat al-kahfi, secara sederhana istri pak ponimin mengatakan:
“saya hadap utara, baca surat al-kahfi, ditemua orang tua, ada api (mawa),orang tua bilang, koe nyingkiro aku arep ngancurake kraton ngayogyakarto, saya bilang ojo, lalu orang tua itu bilang : “ratumu ono apane kok dibelani koyok ngene” ….sambil berdoa nurbuat (doa tolak bala), saya bilang “ojo”, kemudian orang tua bilang “lek ngono arep tak orak-arik nen kene” (selengkapnya wawancara itu dapat di lihat di halaman: “Ponimin Penerus Mbah Maridjan?“
Kesan bahwa pak ponimin sekeluarga di selamatkan oleh Allah swt hanya sedikit saja yang terulas, yang ter-ekspose di depan kita adalah sebuah sesaji bubur kemudian hanya pak ponimin yang akan diselamatkan oleh si mbah, lelaki berbaju lurik yang pada akhirnya itulah buah kesaktian pak ponimin begitu kesimpulan sederhana dari banyak masyarakat awam yang memahaminya.
Pak ponimin tahu bahaya sedangkan mbah marijan tidak tahu bahaya itu, dalam wawancara detik detik terakhir oleh media, Detik-detik Mbah Maridjan Selamat dari Semburan Wedus Gembel
…..
Meski begitu, menurut Itong, Anggota Pecinta Alam di Yogjakarta yang kemarin kebetulan ikut menemani Tribun ngobrol dengan Mbah Maridjan, beberapa kali dia selalu bilang, apapun yang terjadi dengan Merapi, kali ini bukanlah letusan yang sebenarnya. “Hanya batuk saja, seperti tahun 2006 itu,” kata Itong menirukan Mbah Marijan, kemarin, yang ditanggapi dengan diam oleh Marijan.
Mengapa mbah marijan tidak se’sakti’ pak ponimin ?
Terkesan dari dua wawancara yang didapatkan, ternyata memang mbah marijan menjadi korban dari letusan merapi, sedangkan pak ponimin sekeluarga selamat dengan terminilogi penyelamatan yang berbeda-beda antara istri beliau dan pak ponimin sendiri. Secara polos mbah marijan dalam wawancara detik-detik akhir beliau,
….
Pun begitu, sedikit banyak soal Merapi pun tersebut dalam wawancara tersebut. Menurutnya, banyak wartawan salah memilih sumber berita soal letusan merapi. Sebagai orang biasa, sama seperti warga lainnya di Kinarejo, Mbah Marijan tidak bisa memprediksi soal letusan Merapi. “Kalau mau tau kapan meletus, yo tanya BPPTK atau Vulkanologi,” kata Mbah Marijan,
Hal yang berbeda diungkapkan oleh mbah marijan ketika tahun 2006 yang lalu, dimana beliau mendapatkan wangsit akan bencana itu, Kamis, 18/05/2006 12:47 WIB, Mbah Marijan Ngaku Dapat Wangsit: Merapi Tidak Berbahaya
Sleman – Juru kunci Gunung Merapi Mbah Marijan mengaku mendapat wangsit (petunjuk) setelah melakukan doa dan meditasi selama 2 hari 2 malam di lokasi labuhan, Pos II jalur pendakian ke puncak Gunung Merapi. “Wangsit yang saya terima Insya Allah nanti selamat. Tidak akan terjadi apa-apa pada Gunung Merapi,” kata Mbah Marijan saat ditemui detikcomdi rumahnya Dusun Kinahrejo, Kelurahan Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Kamis (18/5/2006). Mbah Marijan tidak menjelaskan detail bagaimana bentuk wangsit yang ia terima. Alasannya, hanya dirinya yang mempu menangkapnya. Inti wangsit: Gunug Merapi tetap aman. “Sekarang ini Merapi sedang membangun. Jadi kami meminta agar masyarakat membantu pembangunan Merapi dengan cara tidak menambang pasir sembarangan dan menjaga Merapi tetap lestari,” katanya. Tokoh masyarakat yang cukup disegani di kawasan lereng Merapi sebelah selatan ini menuturkan, selama dua hari naik ke Merapi, dirinya melakukan meditasi dan doa meminta keselamatan dengan perantara Gunung Merapi. “Saya di sana berdoa, minta kepada Allah dengan ‘lantaran’ Merapi,” katanya. Juru kunci yang mendapat gelar dari keraton Mas Ngabehi Suraksohargo ini naik ke lereng Gunung Merapi pada Selasa 16 Mei pagi bersama dua pemuda. Ia kemudian melakukan meditasi dan doa di lokasi labuhan, yakni Pos II jalur pendakian. Dan Kamis pagi ini, Mbah Marijan telah kembali dengan selamat. (jon/)
Kini tahun, pada letusan  2010 inilah wangsit yang ditunggu ternyata malah menghantarkan beliau-nya menjadi korban, Kronologi Detik-detik Wedhus Gembel Sergap Rumah Mbah Maridjan
….
Sebelumnya, sekitar pukul 17.30 WIB tim SAR yang dan beberapa orang datang ke rumah Mbah Marijan dan berusaha membujuk juru kunci itu untuk bersedia turun. Namun, upaya itu gagal hingga sirine tanda gunung meletus berbunyi.
Hanya saja, dalam upaya itu, anak Mbah Marijan, Mbah Murni dan Asih, bersedia turun bersama rombongan tim SAR, yang sore kemarin menggunakan dua mobil kijang dan satu sepeda motor. Sedangkan Mbah Marijan, memilih menuju masjid yang hanya berjarak 100 meter dari rumahnya, untuk melakukan salat Jumat.
Selain Mbah Marijan, dua orang lain yang terjebak dan tidak bisa dievakuasi adalah Mbah Poniman dan istrinya, tokoh masyarakat Desa Kepuhardjo. Seperti juga Mbak Marijan, Mbah Poniman juga enggan dievakuasi sejak dini karena menunggu wangsit dari Petruk.
Mengapa mbah marijan tidak selamat sedangkan pak ponimin selamat ?
Sebuah berita terdengar akan keanehan letusan merapi kali ini (baca Kejadian Aneh-Aneh Sebelum Mbah Marijan Meninggal) bahwa terbukti, letusan merapi kali ini lebih ditujukan kepada mbah marijan daripada pak ponimin, beberapa pihak juga mendengar keanehan sebelum mbah marijan tiada yakni
  • Tidak mau di foto, Mbah Maridjan: Jangan Ambil Foto Saya… Mbah Maridjan sore itu memang tampak berbeda. Saat juru kamera televisi mengambil gambarnya ia pun terus-menerus menutupi wajahnya.
  • Duduk yang tidak semestinya, Ada satu, ini satu hal yang tidak pernah dilakukan Mbah Maridjan. Biasanya si Mbah tidak mau duduk satu kursi dengan tamunya, di kursi panjang misalnya. Dia kalau ada tamu dan bicara selalu berhadapan, si tamu pasti di depannya. Kalau tamu duduk disampingnya, Mbah Maridjan merasa seolah-olah dia mengenyampingkan tamunya dan Mbah Maridjan merasa tidak enak. Tapi kali ini nggak, Mbah Maridjan tidak keberatan Mas Wawan duduk disampingnya, Mbah juga terlihat santai saja. Ini tidak pernah dilakukan sebelumnya.
Sebelumnya, ketika labuhan merapi yang biasanya di pimpin oleh mbah marijan, maka tahun 2010 ini, labuhan merapi tanpa kepemimpinan mbah marijan, Mbah Marijan Batal Pimpin Labuhan Merapi
SLEMAN, KOMPAS.com — Juru kunci Gunung Merapi Ki Surakso Hargo atau Mbah Marijan, Selasa (13/7/2010) pagi batal memimpin upacara adat labuhan Gunung Merapi karena kondisinya belum memungkinkan untuk mendaki, setelah sakit beberapa bulan lalu. “Acara ritual di rumah tetap dipimpin Mbah Marijan, sedangkan untuk labuhan di Kendit 2 Merapi beliau tidak dapat ikut naik karena kondisinya belum memungkinkan pasca-operasi hernia beberapa waktu lalu,” kata Asih, putra Mbah Marijan yang menggantikan memimpin labuhan.
Menurut dia, Prosesi Labuhan Gunung Merapi diawali pada Senin (12/7/2010) pukul 09.00 WIB berupa srah-srahan ubarampe secara simbolis dari Keraton Ngayogyakarta oleh utusan Ngarsa Dalem Sri Sultan HB X kepada Camat Cangkringan, kemudian dilanjutkan dengan penyerahan kepada juru kunci Gunung Merapi, Ki Surakso Hargo. Kemudian, pada Senin pukul 15.00 WIB dilaksanakan Kirab Budaya oleh prajurit Gandungarum dari Kaliadem, Dusun Ngrangkah, menuju rumah Ki Surakso Hargo dan pada malam harinya dilaksanakan kenduri wilujengan di rumah juru kunci dilanjutkan dengan macapatan oleh paguyuban Sekar Cangkring Manunggal.
“Hari ini Selasa (13/7/2010) pukul 06.00 WIB dilakukan acara resmi Labuhan Merapi yang diawali kirab prajurit yang membawa uba rampediiringi keluarga juru kunci, abdi dalem, dan utusan Keraton menuju ke Kendit 2 dilanjutkan dengan doa-doa,” tuturnya menjelaskan.
Upacara Adat Labuhan Gunung Merapi merupakan rangkaian upacara yang dilaksanakan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam rangka peringatan jumenengan Ndalem (naik takhta) Sri Sultan Hamengku Buwono X yang diselenggarakan setiap tanggal 30 bulan Rejeb penanggalan Jawa.
“Berdasarkan legenda pelaksanaan labuhan Merapi berkaitan erat dengan latar belakang sejarah Kyai Sapu Jagad, Empu Rama, Empu Ramadi, Krincing Wesi, Branjang Kawat, Sapu Angin, Mbah Lembang Sari, Mbah Nyai Gadhung Wikarti, dan Kyai Megantoro yang semuanya penguasa di Gunung Merapi,” paparnya.
Apakah karena mbah marijan tidak memimpin labuhan kali ini, sedangkan pak ponimin membuat sesaji bubur merah putih dari 7 air yang berbeda, sehingga mbah jadi korban sedankan pak ponimin justru selamat ?
Terminologi yang dipakai untuk keselamatan inilah yang menarik dalam berbagai macam prespektif, bergantung pada masing-masing pribadi, hingga sebuah kesederhanaan muncul pada berbagai macam upaya keselamatan, yaitu, sebuah tumbal atau pengorbanan tertentu sehingga orang di beri keselamatan.
Perjalanan Pencarian Keselamatan
Jaman prasejarah atau jaman animisme dan bahkan jaman dinamisme, ketika orang saat itu biasa melakukan ritual korban, bahkan pada suku tertentu korban itu adalah manusia. Ketika jaman mulai beradab dimana aturan demi aturan telah tegak, maka arti pengorbana, juga semakin modern, sampai pengorbanan terkenal adalah jaman n. Isa atau biasa disebut oleh kaum nasrani sebagai juru selamat yang melakukan pengorbanan dirinya ketika disalib.
Konsep berbudaya lainnya adalah ketika korban, dimana n.Ibrahiim diminta menyembelih anaknya walau akhirnya diganti dengan domba, mengutip wikipedia :
Idul Adha (di Republik Indonesia, Hari Raya Haji, bahasa Arab: عيد الأضحى) adalah sebuah hari raya Islam. Pada hari ini diperingati peristiwa kurban, yaitu ketika nabi Ibrahim (Abraham), yang bersedia untuk mengorbankan putranya Ismail untuk Allah, akan mengorbankan putranya Ismail, kemudian digantikan oleh-Nya dengan domba.
Sebuah konsep pengorbanan yang lebih berbudaya, ketika arti kurban adalah rasa iklash diri untuk tunduk patuh kepada Allah swt,  “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya.” (TQS Al Hajj : 37)
Kini di musim hajji dan sebentar lagi hari raya idul adha, peristiwa meninggalnya mbah marijan dan munculnya pak ponimin adalah sebuah grand skenario Allah swt untuk membuat kaca kepada kita semua akan arti keselamatan, dimana keselamatan itu, tidak lewat sesaji-sesaji, namun lebih kepada bakti kita kepada Allah swt. Iyyaaka na’budu wa iyyaka nasta’iin/Ø¥ِÙŠَّاكَ Ù†َعْبُدُ ÙˆَØ¥ِÙŠَّاكَ Ù†َسْتَعِين (hanya kepada Engkau-lah kami menyembah, dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan). Bukti-bukti sesaji yang tidak terbukti memberi selamat, salah satunya, baca Setelah Ritual Tolak BalaGunung Sinabung Malah Meletus Lagi

KLIPING BERITA
Detik-detik Mbah Maridjan Selamat dari Semburan Wedus Gembel
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Setya Krisna Sumargo/Bramasto Adhy/Mussafiq BANGKA POS.COM, YOGYAKARTA – Kesepuhan Mbah Maridjan nyata adanya. Menghadapi kondisi luar biasa bahaya yang mengancam nyawa, ia masih tampak tenang bahkan mengeluarkan guyonan yang mampu mengalihkan sedikit kekhawatiran dari ancaman wedhus gembel yang mengintip.
Dengar saja jawabannya saat diwawancarai Kru Tribunnews.com yang berhasil menemuinya sesaat sebelum semburan awan panas menyergap ke kawasan Desa Kinahardjo, tempat Mbah Maridjan bermukim, Selasa (26/10/2010) sekitar 17.58 WIB atau beberapa menit sebelum awan panas mencapai kawasan desa itu.
Seolah ia mengalihkan pembicaraan soal seputar Merapi. Mbah Marijan pun mulai ndagel (berguyon) dan sama sekali tidak menyinggung soal letusan merapi.
Guyunan pun mengalir dari soal perempuan sampai soal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Misalnya saja, bagaimana dia mengaku merasa tidak kenal saat bertemu SBY entah dimana.
“Lha aku ketemu SBY yo ra srawung (Saya ketemu SBY juga tidak akrab, red),” katanya tanpa menceritakan dimana dan kapan dia bertemu presiden.
Pun begitu, sedikit banyak soal Merapi pun tersebut dalam wawancara tersebut. Menurutnya, banyak wartawan salah memilih sumber berita soal letusan merapi. Sebagai orang biasa, sama seperti warga lainnya di Kinarejo, Mbah Marijan tidak bisa memprediksi soal letusan Merapi. “Kalau mau tau kapan meletus, yo tanya BPPTK atau Vulkanologi,” kata Mbah Marijan,
Meski begitu, menurut Itong, Anggota Pecinta Alam di Yogjakarta yang kemarin kebetulan ikut menemani Tribun ngobrol dengan Mbah Maridjan, beberapa kali dia selalu bilang, apapun yang terjadi dengan Merapi, kali ini bukanlah letusan yang sebenarnya.
“Harnya batuk saja, seperti tahun 2006 itu,” kata Itong menirukan Mbah Marijan, kemarin, yang ditanggapi dengan diam oleh Marijan.
Tidak hanya itu, menurut Itong, letusan yang terjadi pada 2006 dan kali ini, hanyalah untuk mbangun. “Pastinya, saya tidak tahu apa maksudnya mbangun. Sebagai pendaki, memang setelah letusan 2006 dan guguran kali ini, bentuk merapi jadi berubah,” tambahnya, tanpa mau menjelaskan makna supranaturalnya.
Selain guyonan soal SBY, Marijan juga banyak bercerita soal perempuan. Menurutnya, banyak orang yang datang padanya untuk minta pengasihan agar dapat dicintai perempuan.
“Kalau ingin punya istri atau suami, ya harus PCRN (pacaran, red), bukan minta apa-apa ke saya. Wong-wong ki do aneh (orang-orang ini memang aneh, red),” katanya.
Ia pun kemudan bercerita sedikit soal merapi dengan menggunakan pertanda hubungan laki-laki perempuan. Menurutnya, kalau suami istri sedang berhubungan seks, pasti ditutupi. Demikian juga dengan Merapi, saat bergejolak dia akan tertutup kabut.
“Yo Ngono kui (ya begitu itu),” jawab Marijan saat Tribun menanyakan jam berapa kira-kira Merapi bisa dipotret.
Sambil terus terkekeh-kekeh, beberapa cerita pun terus meluncur dari mulut Mbah Marijan, hingga akhirnya terdengar gemuruh cukup panjang sebagai tanda terjadi letusan. Saat itu, Mbah Marijan masih sempat melempar guyonan.
“Itu, batuk lagi,” katanya sambil mohon pamit mau masuk ke dalam rumah untuk melihat televisi.
Belum lama dia menikmati televisi di dalam rumah, sejumlah orang dari tim SAR berdatangan, termasuk Tutus Priyono yang belakangan ditemukan tewas. Mereka meminta agar Mbah Marijan bersedia turun.
“Informasinya, mbah Maridjan mau turun,” kata Adam, seorang anggota Tim SAR itu.
Namun sayang, saat persiapan sedang dilakukan, rombongan dari PT PLN datang dan bermaksud bertemu untuk minta nasihat. Karena rombongan itu membawa kamera, Mbah Maridjan pun enggan menemui, termasuk menolak untuk dievakuasi.
Dia memilih pergi ke Masjid yang hanya berjarak 100 meter dari rumahnya untuk melakukan Salat Maghrib. Keputusan yang akhirnya menyelamatkan nyawanya. Saat evakuasi, ia ditemukan selamat meski dalam keadaan lemas dan sesak napas di dalam masjid.
Beberapa menit setelah itu, saat Maridjan baru masuk ke dalam masjid, sirene tanda letusan berbunyi. Rombongan Tim SAR pun semburat, termasuk di antaranya beberapa orang dari PLN tersebut. (tribunnews)
KLIPING BERITA
Kronologi Detik-detik Wedhus Gembel Sergap Rumah Mbah Maridjan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Setya Krisna Sumargo/Bramasto Adhy/Mussafiq TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA – Semburan awan panas bersuhu 600 derajat Celcius menyergap masuk ke kediaman Mbah Maridjan di Desa Kinahrejo, Cangkringan, Sleman yang hanya berjarak sekitar 4 Kilometer dari kawah Merapi.
Perkembangan terakhir sekitar pukul 22.00 WIB dilaporkan setidaknya 15 jenazah ditemukan di kediaman Mbah Maridjan. Belum dapat dipastikan apakah juru kunci Merapi tersebut ikut tewas. Namun, satu jenazah diidentifikasi sebagai wartawan Vivanews atas nama, Yuniawan Wahyu Nugroho.
Yuniawan diidentifikasi lewat KTP, SIM, dan kartu pemilih yang ditemukan di dompet korban.
Berikut kronologi detik-detik awan panas yang lazim disebut warga sekitar sebagai wedhus gembel itu menyergap kediaman Mbah Maridjan.
Sedikitnya tujuh warga sempat terjebak di dusun mereka menyusul letusan Merapi yang memunculkan gelombang awan panas pada Selasa (26/10/2010) pukul 17.58 WIB.
Di antara tujuh orang itu termasuk Mbah Marijan dan istri, Juru Kunci Gunung tersebut. Selain itu, sejumlah warga juga mengalami luka-luka berat dan kini dirawat di RSU dr Sardjito Yogyakarta.
Hingga berita ini diturunkan, tim SAR berupaya mencapai rumah Mbah Marijan, yang berada di desa Kinahrejo , Kecamatan Cangkringan Kabupaten Slemen.
“Semoga tidak terjadi apa-apa (dengan mbah Maridjan, red),” ujar Samsul Bakri, Camat Cangkringan, tadi malam di lokasi pengungsian Balai Desa Umbulhardjo.
Dijelaskan Samsul, pada sekitar pukul 20.00 WIB, pihaknya masih bisa kontak dengan istri Mbak Marijan. Karena itu, upaya evakuasi pun dilakukan dengan mengirim tim SAR. Sayangnya, belum sampai di desa Marijan , mobil yang membawa tiga anggota tim SAR tak terhalang material panas dan pohon tumbang.
“Kami masih menunggu,” tambah Samsul.
Sebelumnya, sekitar pukul 17.30 WIB tim SAR yang dan beberapa orang datang ke rumah Mbah Marijan dan berusaha membujuk juru kunci itu untuk bersedia turun. Namun, upaya itu gagal hingga sirine tanda gunung meletus berbunyi.
Hanya saja, dalam upaya itu, anak Mbah Marijan, Mbah Murni dan Asih, bersedia turun bersama rombongan tim SAR, yang sore kemarin menggunakan dua mobil kijang dan satu sepeda motor. Sedangkan Mbah Marijan, memilih menuju masjid yang hanya berjarak 100 meter dari rumahnya, untuk melakukan salat Jumat.
Selain Mbah Marijan, dua orang lain yang terjebak dan tidak bisa dievakuasi adalah Mbah Poniman dan istrinya, tokoh masyarakat Desa Kepuhardjo. Seperti juga Mbak Marijan, Mbah Poniman juga enggan dievakuasi sejak dini karena menunggu wangsit dari Petruk.
Sedangkan tiga orang lainnya, menurut Samsul, dua diantaranya belum teridentifikasi, sedangkan satu orang lainnya adalah Ngatiran, warga dusun Palem, dusun Umbulhardo Kecamatan Cangkringan.
“Dia masih bisa SMS. Katanya dia tidak bisa bergerak dan terjebak di dalam rumah,” kata Samsul.
Berdasarkan pantaun Tribunnews, yang ketika letusan berada di rumah Mbah Marijanmenyebutkan, saat sirine tanda bahaya dibunyikan, sejumlah warga langsung semburat ke titik-titik berkumpul pengungsi.
Dengan membawa bekal seadanya, mereka dengan sabar menunggu truk dan mobil-mobil yang dikerahkan Tim SAR untuk mengangkut mereka ke tempat pengungsian.
Sementara sebagian yang lain memilih menggunakan sepeda motor unruk mengangkut anggota keluarganya. Bunyi klakson bersahutan sepanjang jalan menuju tempat-tempatbpengungsian. Meski jarak pandang cukup dekat karena abu mulai turun, mereka seakan tidak peduli dan memilih terus menancap gasnya.
Dari pantauan awal sejak pukul 19.00 di RS Panti Nugroho Pakem, ada 9 korban sapuan awan panas yang dikirim. Dari 9 orang, dua di antaranya luka ringan dan setelah ditangani boleh meninggalkan rumah sakit. Keduanya atas nama Sri yuniati, warga Dusun Gondang yang sesak napas.
Kemudian Seno (17), asal Kaliurang yang juga sesak napas akibat menghirup abu. Tujuh korban sisanya luka berat akibat terbakar awan panas. Korban paling parah atas nama Mbah Pujo (63), warga Dusun Ngangkrik. Mbah Pujo ini luka bakar 60 persen.
Selain uka bakar, Mbah Pujo ini patah kaki kanan dan lengan kanan. Informasi yang dikumpulkan Tribun, Mbah Pujo sempat mencoba lari ketika awan panas dari lereng Merapi menyerbu dusunnya. Dia terjatuh dan kemudian diselamatkan warga setelah amukan wedus gembel reda.
Saat tiba Mbah Pujo dalam keadaan tak sadarkan diri. Petugas medis dari RS panti Nugroho, dr Adi Mulyanto menerangkan, setelah ditangani, Mbah Pujo sempat sadar.
“Sempat menjawa kalau dirinya dari Dusun Ngangkrik,” kata dr Adi kepada Tribun.
Sisanya korban awan panas kini dirujuk ke RSU Sardjito di yogyakarta. Mereka mengalami luka bakar rata-rata di atas 30 persen. Korban terdiri atas; kakak beradik Arif Candra (23) dan Wahyu (17), keduanya putra Lurah Kedungsriti.
Berikutnya, Ny Ratmi (30) asal Kinahrejo, luka bakar 63 persen. Maulina (23), asal Ngangkrik, sesak napas dan Ny Suyatmi . Mereka semua kini dirawat di yogyakarta setelah mendapat penanganan pertama di RS Panti Nugroho. Sedangkan ribuan warga dari tiga desa di kecamatan Umbulhardjo dan beberapa desa lain di kecamatan lainnya, kini sedang mengungsi di beberapa barak yang disiapakn untuk itu. Beberapa barak yang tersedia, diantara di Balai Desa Umbulharjo, Kepuhhardjo dan Glagahhardjo.
KLIPING BERITA

Lima Menit Sebelum Awan Panas Melumat Mbah Mardijan (1)

TRIBUNNEWS.COM – RASA panik itu ternyata memiliki hikmah. Saya, Musyafik, sekarang benar-benar bersyukur. Jika tidak, saya tidak tahu apa yang akan menimpa jika saya bertahan beberapa menit saja di rumah Mbah Maridjan di Kinahrejo.
Lima menit yang tersisa itu sungguh menyesakkan ketika saya akhirnya melihat betapa hancurnya rumah dan tanah yang semula saya injak. Keramahan dan keceriaan Mbah Maridjan ketika saya ngobrol sambil bersenda gurau, masih terngiang-ngiang di benak saya.
Kepanikan Bramasto Adhy, teman fotografer yang bersama-sama saya di rumah Mbah Maridjan lima menit sebelum awan panas Kinahrejo menggulung, sungguh menyelamatkan kami. Bramasto waktu itu panik luar biasa saat mendengar sirine bahaya meraung-raung.
Dia sudah mencengkeram kuat setang sepeda motor, menyalakan mesin, dan bersiap meluncur turun ke Umbulharjo, lokasi yang lebih aman. Saya mencoba mengajak dia bertahan karena ingin melihat perkembangan yang terjadi di belakang saya.
Saya juga lihat warga setempat lebih tenang, meski mulai berkumpul di tepi jalan bersiap mengungsi. Itu yang membuat saya makin yakin tidak akan terjadi sesuatu. Tapi itulah takdir, itulah hidup. Saya akhirnya meluluskan ajakan Bramasto turun.
Hujan abu waktu itu turun sangat deras, jarak pandang terbatas, meski aliran listrik masih menyala. Kami akhirnya meluncur turun bersama-sama ratusan warga yang menunggang motor dan kendaraan pribadi.
Saya kemudian tak berpikir lagi untuk bertahan, karena terpikir kemudian soal keselamatan. Namun saya berusaha mengingatkan Bramasto untuk terus mengabadikan detik-detik evakuasi, korban-korban terbakar awan panas yang dibawa turun oleh warga dan tim penolong.
Yang kemudian saya heran, suasana di sepanjang jalan yang sudah diguyur hujan abu, reaksi orang-orang tampak tenang meski lalulintas riuh rendah. Beberapa warung masih buka, dan warga yang akan mengungsi berjejer di tepi-tepi jalan, tidak menunjukkan kepanikan..((Musyafik/Setya Krisna Sumargo/Bramasto Adhy)
Mbah Maridjan Sempat Buat Kami Terpingkal-pingkal (2)
TRIBUNNEWS.COM, SELMAN – Saya, Musyafik tiba di rumah Mbah Maridjan sekitar pukul 16.30 WIB, bersama Bramasto naik sepeda motor. Akses jalan masih bisa ditembus. Kami berangkat dari Yogya lewat Jalan Kaliurang, kemudian berbelok ke arah Kaliadem.
Waktu itu belum ada tanda-tanda kemeriahan atau peningkatan kesibukan tim SAR, petugas TNI/Polri yang siaga bencana. Sangat normal. Kemudian dari pertigaan Jalan kaliurang ke Kaliadem, saya juga tidak melihat ada penjagaan atau portal-portal.
Baru ketika sampai di pertigaan Kinahrejo, tak jauh dari rumah Mbah Maridjan, terlihat ada portal tapi tak ada yang berjaga. Ketika saya masuk halaman rumah Mbah Maridjan, ada tiga rekan jurnalis, dua aktivis Mapala, dan seorang perempuan yang menjaga warung di sebelah rumah Mbah Maridjan.
Tidak ada mobil yang terparkir di halaman rumah Mbah Maridjan. Kami kemudian duduk-duduk mengobrol dengan teman-teman di teras rumah, termasuk juga Mbah Maridjan yang banyak mengumbar tawa.
Dia mengenakan kaus putih, kopiah putih, bersarung kotak-kotak warna biru. Sungguh pembicaraan itu masih terekam baik di benak saya. Obrolan tidak pernah serius, malah Mbah Maridjan memilih menjadikan perempuan sebagai bahan obrolan.
Kami, ada Widya, wartawan Kompas, dua pendaki gunung yang sudah sangat akrab dengan Mbah Maridjan, seorang perempuan pemilik warung sebelah yang nimbrung, bolak-balik dibuat terpingkal-pingkal.
Salah seorang aktivis pencinta alam, namanya Itong, tahun 2006 waktu Merapi meletus, juga bersama-sama Mbah Maridjan di rumahnya yang lolos dari terjangan wedus gembel. itong mengaku ingin reunian. Sampai Rabu siang saya belum tahu bagaimana nasib Itong dan temannya.
Namun berdasarkan informasi seorang anggota tim Dokkes Polda DIY yang mengevakuasi wartawan Vivanews tadi malam, ada melihat dua sepeda motor terparkir di halaman rumah Mbah Maridjan. Kedua sepeda motor itu yang saya lihat tadinya diparkir oleh Itong dan temannya.
Nah, sekitar pukul 17.30, ketika terdengar suara gemuruh panjang dari arah lereng selatan Merapi, Mbah Maridjan undur diri, meninggalkan kami. Sebelum itu, dua rekan wartawan yang tadi bersama kami, meninggalkan rumah. (Musyafik/Setya Krisna Sumargo/Bramasto Adhy)
Merapi Batuk Mbah Maridjan Malah Pilih Nonton TV (3)
TRIBUNNEWS.COM – PUKUL 17.30, terdengar suara gemuruh panjang dari arah lereng selatan Merapi, Mbah Maridjan undur diri, meninggalkan kami. Sebelum itu, dua rekan wartawan yang tadi bersama kami, meninggalkan rumah.
Widya, wartawan Kompas, memilih pesan mi goreng di warung sebelah rumah Mbah Maridjan. “Itu batuk lagi, aku tak ndelok tipi sik yo,” kata Mbah Maridjan sesaat kemudian dengan logat Jawanya yang medok.
Beliau kemudian masuk ke rumah, lama nggak keluar. Kami melanjutkan obrolan di teras. Di tengah obrolan, rombongan tim SAR menggunakan sebuah mobil dan satu motor tiba, dan masuk ke halaman.
Di antara mereka ada seseorang, namanya Agus, katanya mantan Ketua DPRD mana, saya lupa. Agus itu langsung mengucapkan salam, dan masuk rumah menemui Mbah Maridjan. Belakangan saya dapat informasi Agus itu lengkapnya Agus Widodo, kerabat Mbah Maridjan.
Saya sempat lihat mobil jemputan Widya datang, tapi masih terlihat berhenti, tidak langsung pulang. Ketika Agus berada di dalam, kabarnya berhasil membujuk Mbah Maridjan. Di saat bersamaan datang rombongan dari PLN menggunakan empat mobil, salah satunya jenis Avanza yang ada tulisan PLN.
Rombongan itu juga menunggu di teras rumah sambil berdiri ikut mengobrol. Tak lama setelah itu seorang putri Mbah Maridjan terlihat berkemas-kemas, dan membawa tas menuju ke mobil tim SAR. Saat bersamaan juga Mbah Maridjan keluar, dan informasinya akan ikut ke mobil menyusul putrinya.
Beberapa meter sebelum mencapai pintu mobil, rombongan PLN langsung mendatangi Mbah Maradjan, berebut salaman. Momen itu tak disia-siakan dan didokumentasikan oleh salah seorang anggota rombongan menggunakan foto.
Mbah Maridjan tampak kaget, dan mengira dia difoto wartawan. Sementara sejak awal Mbah Maridjan wanti-wanti untuk tidak diambil gambarnya. Karena itu Mbah Maridjan urung ke mobil dan pergi ke masjid yang terletak sekitar 100 meteran dari halaman untuk salat Magrib.(Musyafik/Setya Krisna Sumargo/Bramasto Adhy)
Sirine Meraung saat Mbah Maridjan di Pintu Masjid (4-Habis)

TRIBUNNEWS.COM – KETIKA Mbah Maridjan berjalan menuju masjid, seorang anggota tim SAR meminta semua orang yang di halaman untuk meninggalkan lokasi. “Rekomendasi BPPTK, kita harus kosongkan tempat ini dan segera turun,” kata anggota tim SAR itu.
Suara bergemuruh susul menysul terdengar dari lereng Merapi. Saya tidak tahu persis apa yang terjadi waktu itu. Kabut sudah turun, jarak pandang mulai terbatas, bahkan Bramasto, teman saya bilang turun hujan pasir.
Saat bersamaan, ketika Mbah Maridjan belum sampai ke pintu masjid, sirine bahaya peringatan terjadi letusan meraung-raung. Saya terkesiap, dan kepanikan mulai muncul. Namun naluri jurnalis muncul, saya bilang ke Bram, kita harus bertahan lima menit untuk melihat perkembangan terjadi.
Bahkan saya berniat ikut jamaah salat Magrib di masjid. Saya sempat lihat ada dua perempuan, keluar dari mobil, salah seorangnya berjilbab berlari kecil menyusul Mbah Maridjan ke arah mesjid. Tapi karena Bram sudah panik, dia memaksa saya segera turun.
Rombongan PLN sudah semburat meninggalkan halaman rumah, termasuk mobil tim SAR dan sepeda motor anggota SAR. Sedangkan Itong dan temannya, memindahkan sepeda motor, bergeser ke sebuah rumah di sebelah bawah rumah Mbah Mardijan.
Saya sempat mengikuti dia, dan berniat untuk ikut berlindung di tempat persembunyian kedua orang itu. Sebab, dia sempat cerita sebelumnya, waktu letusan 2006, dia menyelamatkan diri di tempat itu. Namun, sebelum kami parkir motor, Bram lagi-lagi memaksa turun secepatnya.
Wajah dia terlihat sangat ketakutan. Hujan abu tebal waktu itu sudah turun menderas. Itu bisa kami rasakan saat motor melaju, mata saya kemasukan debu dan sangat perih. Saya waktu itu mengenakan helm yang berkaca depan.
Semula, Bram berusaha memacu motor, tapi saya ingatkan pelan saja karena jarak pandang terbatas, dan berbahaya. Setelah itu, saya tidak pernah lagi menengok ke arah rumah Mbah Maridjan. Entah apa yang terjadi di sana. (Musyafik/Setya Krisna Sumargo/Bramasto Adhy)
  

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    BalasHapus